Judul          : Taisetsu na Koto ga Oshiete Kuretta Tahun           : 2011 Episode        : 11 episode Pemain       : Haruma Miura, E...

[REVIEW] Jdrama Taisetsu na Koto ga Oshiete Kuretta / You Taugh Me All The Precious Things

21.24 Diva Beshia 0 Comments

Judul          : Taisetsu na Koto ga Oshiete Kuretta
Tahun         : 2011
Episode      : 11 episode
Pemain     : Haruma Miura, Erika Toda, Emi Takei, Matsuda Shota, Hirose Alice, Ishibashi Anna

THE PLOT (9/10)
Ganteng, punya tunangan yang baik, dicintai murid-murid, kehidupan Kashiwagi (Haruma Miura) sangat sempurna. Hidup sempurna Kashiwagi ‘rusak’ begitu mendapati bahwa cewek yang ada di kamarnya justru anak muridnya sendiri yang bernama (Emi Takei). Awalnya Kashiwagi tidak mengacuhkan, tapi terus mendekatinya hingga hubungannya dengan Natsumi hancur.
TRAILER

CINEMATOGRAPHY (5/10)
Aduh, keselnya dorama ini tuh kenapa teknik pengambil gambarnya ala ftv bener sih? Yang tiba-tiba nge-zoom muka, dengan kamera goyang-goyang, dan efek yang kasar gitu? Ngerusak feeling pas nonton aja. Padahal biasanya, aku suka sinematografi dorama Jepang (waaaay more than kdramas!). Sinematografinya yang crappy abis ini, terselamatkan dengan beberapa adegan indahnya *untung*. Seperti saat Kashiwagi-Natsuki di bawah pohon sakura.

SOUNDTRACK (8.5/10)
Sempat kepikiran : ‘ini sutradara fans-nya Pink apa gimana sih?’ haha abis soundtrack-nya malah lagu-lagunya Pink semua. Mulai dari funhouse di adegan pertama, stupid girl dll. Bukannya aku ga suka lagu-lagu Pink (I love her songs!) tapi menurutku yang lucu adalah saat ada adegan tertentu dan lirik lagu Pink yang diputar ga sesuai dengan adegannya. The beat fits, the lyric… nope. Rada lucu aja gitu menurutku.
Sedangkan untuk backsound & instrumentalnya, aku juga suka. 

SHOULD YOU WATCH THIS DRAMA?
11/10, YES. Bukannya dorama ini tanpa cela sih, tapi secara keseluruhan, semuanya bagus! Padahal nggak ada artis/aktor yang ak suka di dorama ini. 

Kelebihannya?

Interesting plot
Dari episode awal sampai akhir, aku selalu menebak kira-kira ini si Kashiwagi bakal berakhir sama siapa. Penonton dibawa penasaran dengan layer per layer adegan yang terbuka di setiap episode. Pace-nya padat, rasanya 11 episode itu ngepas banget gitulah. Tidak ada adegan tidak penting yang terselip disini, nggak ada karakter yang tidak di-explore, jokes dan pesan moralnya sampai. 11/10!

Superb acting
Haruma Miura, Erika Toda, dan semua side-castnya sangat baik. Erika Toda mah emang selalu juara di setiap dorama yang dia mainkan (bahkan pas dia jadi side-cast!). Tapi justru yang bikin aku kaget itu Haruma Miura. I’m not his fan. Juga ga suka mukanya *lol* tapi dia oke banget memerankan si perfect-kashiwagi-sensei lengkap dengan kebaikan hatinya yang bikin kesel sekaligus gemes itu. Nonton dorama ini jadi roller-coaster emosi deh. Sedangkan Emi Takei, well… I usually don’t like her acting. Surpirisingly, di dorama ini aktingnya juga bagus. Bisa bikin pengen nampar di satu detik, tapi kemudian kasian di detik berikutnya. Akting nangis, kesal, jahatnya semua oke. If only she could maintain her acting skill, she would be my favorite j-actress.
(1)
Sedangkan side-cast seperti Matsuda Shota hmm… belakangan ini dia populer banget di Jepang dan aku rasa aku ngerti kenapa. Aktingnya sangat natural! Begitu juga Hirose Alice. Dia dan Matsuda Shota itu sukses memerankan tom&jerry.
Ishibashi Anna dan Ayame Gouriki juga! Padahal di LDK annoying parah (aku benci banget setiap kali dia teriak di film itu), tapi di dorama ini they nailed it!

Love definition
Mungkin, ini adalah alasan terbesar kenapa aku mengkategorikan dorama ini sangat bagus. Pesan soal cinta yang disampaikan bukan hanya sebatas hubungan cowok-cewek, tapi juga orangtua-anak, kakak-adik, dan teman dekat.
(1)
(2)

Umur 17-20 tuh cinta sebatas perhatian dan kasih sayang. Sedangkan 21+ cinta tuh ternyata tidak sesimpel yang kita bayangkan. Ada banyak faktor pendukung yang lain untuk dijadikan bahan pertimbangan ke jenjang pernikahan seperti kasus Kashiwagi-Natsumi. 

Mereka cocok karena Natsumi dominan, seperti ‘guard’ bagi Kashiwagi saat ia harus memutuskan sesuatu. Sedangkan Kashiwagi ini pemikirannya sederhana; dia memutuskan sesuatu karena kebahagiaan dan ekspektasi orang-orang di sekitarnya. 

Seperti saat dia memilih job sebagai guru karena orangtuanya akan lebih bahagia kalo dia jadi PNS atau saat Natsumi ingin menikah dia mengiyakan karena sudah merasa nyaman dan ingin membuat pacarnya bahagia. Padahal, dia sendiri ternyata belum cukup yakin untuk itu. Mereka sudah terbiasa bersama, jenis pasangan yang written-in-the-stars gitulah. Panutan kawula muda, tapi ternyata semua itu tidak menjadi jaminan mereka bisa mulus bersama. 

Ringkasnya, dorama ini ikut membawa kita berpikir cinta yang sehat itu gimana. Tidak ada yang salah dengan jatuh cinta, tapi tentu ada batasan, aturan, dan segi moral yang kita ikuti.
Intinya, this drama show everybody have the grey side, not only black & white.

Unsual topics to deliver
Kalo kalian pernah baca/nonton Kuzu no Honkai, menurutku dorama ini punya kesamaan tema. Membahas soal psikologi & sex cukup banyak. I love the way the scriptwriter create the lines. Tentunya budaya Jepang dan Indonesia beda, jadi please be open-minded when you’re watching this.

Student-teacher relationship
Nonton ini bikin aku sedih. If only teacher in Indonesia would be as considerate as them. Guru disana tuh, muridnya ga masuk sehari aja udah dicariin ke rumah. Apalagi soal pemilihan karir, sampe ada konsultasinya segala! Mereka bener-bener devoted sebagai pengajar. My favorite teacher would be Nakanishi-sensei! 

Dia selalu mendukung keputusan masa depan dan mengajarkan 'bekal yang penting' untuk kehidupan bagi murid-muridnya. 

Ending yang masuk akal
Yang terbaik dari dorama ini adalah eksekusi ceritanya. I love how casual, simple, yet touching way to end the show. Semua punya porsinya masing-masing.

Kekurangannya?

The students
Don’t get me wrong. Aku  sangat suka keakraban murid-guru di dorama ini. Tapi yang bikin aku kesel saat murid-murid ini berlaku tidak sepantasnya ketika mereka tau rahasia Kashiwagi. No matter how mad they were, Kashiwagi kan tetep seorang guru. He shouldn’t be treated like a trash. Hal inilah yang bikin skor dorama ini anjlok berat di mataku.

Kashiwagi and his moral
Ini dorama bener-bener ngeselin di poin tertentu, semua karena si Kashiwagi ini! Entah dia terlalu baik, bego, apa emang sifatnya begitu aku kurang paham. Itu waktu si Natsumi hamil, kenapa nggak berkeras untuk bertanggung jawab? Please, you’re a man! Pull on your shit together, tanomu!
But again, dorama ini tuh memberikan warna yang berbeda sesuai dengan kepribadian dan kemungkinan yang akan diambil seseorang di situasi tertentu. It’s not that the story is bad, aku hanya kesel karena si Kashiwagi ini nggak bisa lebih simple-minded aja.

Too many people medlling with Kashiwagi’s love story
I know, Kashiwagi dan Natsumi guru tapi kenapa kisah cinta dan masalah mereka harus dibagi ke staff sekolah sih? Kesannya kayak terlalu ikut campur gitu.


Seriously, ini adalah salah satu dorama Jepang terbaik yang pernah aku tonton, or should I say one of the best drama I've ever watched by far. Point of view soal cinta, jodoh, dan kehidupannya sangat banyak. A must watch!

0 comments:

Judul       : Ookami Shojou to Kuro Ouji / The Wolf Girl & Black Prince Tahun      : 2016 Durasi      : 116 menit Pemain    : Kento Y...

[REVIEW] Live-action Ookami Shojou to Kuro Ouji / The Wolf Girl & Black Prince

07.29 Diva Beshia 0 Comments

Judul       : Ookami Shojou to Kuro Ouji / The Wolf Girl & Black Prince
Tahun      : 2016
Durasi      : 116 menit
Pemain    : Kento Yamazaki, Fumi Nikaido 

 

THE PLOT (8.5/10)


Tidak ada yang lebih menakutkan bagi Shinohara Erika (Fumi Nikaido) selain tidak memiliki teman di kelas. Padahal temannya ini; Marin & Tezuka kerjaannya dandan, ngomongin kegiatan mereka sama pacar-pacar mereka. Karena takut 'didepak' dari lingkaran pertemanan, Erika terpaksa berbohong pada ketiga temannya bahwa ia sudah punya pacar yang... sialnya, serba perfect. Seringkali, Ayumi, sahabatnya sejak kecil-lah yang berpura-pura menelpon Erika agar teman-temannya percaya dia punya pacar beneran *cringe*
Sayangnya, teman-teman Erika tidak semudah itu percaya. Jadilah, si Erika ini nekat ngambil foto cowok ganteng di jalan. 
foto jepretan Erika
Besoknya, Erika nunjukin foto si cowok ganteng ini ke temen-temennya, but.... TADA, ternyata cowok itu satu sekolah sama Erika. Namanya Sata Kyouya, cowok populer yang dijuluki 'pangeran/ouji'. Saking kalutnya, Erika terpaksa menjelaskan dilemanya ke Kyouya. 

Awalnya Erika berpikiran Sata Kyouya ini beneran kayak pangeran ideal yang serba sempurna. Udah ganteng, baik mau nolongin dia jadi pacar pura-puranya pula! Tapi sayangnya, Kyouya punya syarat. Erika harus jadi 'anjing peliharaannya' a.k.a disuruh-suruh beliin minum, ya kasarnya dijadiin kayak babu *lol*
hiks, yamaken kenapa rambutmu begini? 
What make things more complicated adalah Erika bener-bener jatuh hati sama Kyouya yang jahat itu. Jadi, gimana caranya Erika mengungkapkan isi perasaanya ke Kyouya dan naik level dari 'anjing peliharaan' jadi pacar? 

MY REVIEW?
Sebelum nonton live-action ini, aku udah khatamin animenya sejak lama, and I love it. Pas denger si Kento (yah lagi-lagi dia) yang bakal meranin Sata Kyoya, aku senang sekaligus cemas di saat yang sama. As usual, aku ga berekpektasi apa-apa setiap memulai nonton LA karena udah kenyang berakhir kecewa. Dimana-mana anime dan manga selalu jauh lebih bagus. Begitu juga saat nonton ini. 

I would give the plus and minus as well. 

1. Kento Yamazaki as the perfect tsundere Sata Kyouya
Udahlah, si Yamaken ini emang dari dulu selalu nailed the job when it comes to portraying tsundere. Dari jaman LDK, Heroine Shikkaku, sampe Suki na Hito ga Iru Koto itu 'jaminan emas' dah. Sepanjang film ini, kita bakal dibawa kesel mampus sama tingkah cuek dan jahatnya Kyouya, tapi kemudian dibuat 'aaaaah...' setelahnya. 
one of the 'aaaah' moment <3
Yang aku sayangkan hanya satu, kegantengan Yamaken menurun karena rambutnya itu *cry* tapi apa daya, namanya juga live-action mesti ngikutin manga dan animenya kan?

2. Not-so-shojou-manga-formula
Awal ceritanya captivates my heart. Si Erika ini cukup relateble in real life. Dia hanya gadis biasa yang punya pergolakan batin karena mesti bohong dan takut ga punya temen (padahal jomblo dari orok lol) dan gimana caranya membuat si Kyouya yang jutek parah itu menganggap serius pengakuan cintanya. Well, at least main plot film ini cukup menarik. 

3. The ending
Konsistensi doki-doki untuk kokoro-ku pas nonton film ini hanyalah 10 menit pertama film, dan sayangnya scene terakhirnya. The ending itu sweet-nya kelewatan, serius. Udah kesel setengah mampus sama tingkahnya Kyouya, tapi semua luluh tak berbekas karena kemanisannya di akhir film.

4. No crappy kiss scene
Kirain kiss scene film ini bakal crappy abis, you know.. tipikal kiss scene yang diem beberapa detik kayak batu, disorot dari deket sampe jauh. Untungnya *atau sayangnya hiks* tidak. 

Kekurangannya?

1. Fumi Nikaido's acting & the chemistry
Sejujurnya, akting Fumi Nikaido itu sucks. I'm not gonna lie. Penyelamat aku masih betah nonton film ini sampai akhir hanyalah Yamaken (udah cinta buta huehehe). Chemistry mereka berdua terlalu plain. I'm not saying it's bad, but.. it's not good either. Jadi, adegan yang seharusnya bisa bikin doki-doki malah terkesan bitter banget. Huu, kesel. Fumi Nikaido doesn't match Yamaken, for sure.

2. Not-so-important-scene
Yang paling aku inget justru adegan saat Erika jengukin Kyouya yang sakit di rumah. Terus adegan si Erika jalan kaki sambil bersenandung itu... APA?! APA?! *emosi* faedahnya apaan sih? Aku ga ngerti. Menurutku malah itu harusnya masuk deleted scene karena ga penting. 

3. The camera angle
Sedih banget bilang begini, karena biasanya aku selalu suka cinematography film Jepang *hiks* tapi film ini malah kadang bikin pusing. Zoom in, zoom out dadakan. Udah gitu, adegan yang seharusnya kerasa 'feel'-nya malah dibatasi oleh kamera yang menyorot dari jarak jauh. 

Jadi ya, bisa dibilang film ini 5/10 buat aku. Cerita yang seharusnya bisa di build up bikin kokoro doki-doki malah jadi mentah abis karena tidak didukung dengan akting ceweknya yang plain parah. Soundtrack-nya aku lumayan suka sih, bukan tipe suara melengking ala cewek Jepang gitu kok. Cast-nya juga cukup oke sih.

After all, apakah film ini bagus? Biasa aja. Yang jelas tidak masuk kategori live-action yang berhasil. But if you still want to watch this for Yamaken, then go ahead. Bukan dosa rasanya, memanjakan mata dengan ikemen sekalipun film-nya biasa aja. At least, dapet jatah vitamin A. 

0 comments:

Ju dul : I Want to Eat Your Pancreas/ Kimi no Suizo wo Tabetai Pemain : Oguri Shun, Kitagawa Keiko, Kitamura Takumi, Minami Hanabe   ...

[REVIEW] Jmovie I Want to Eat Your Pancreas

08.28 Diva Beshia 0 Comments

Judul : I Want to Eat Your Pancreas/Kimi no Suizo wo Tabetai
Pemain : Oguri Shun, Kitagawa Keiko, Kitamura Takumi, Minami Hanabe  
Tahun   : 2017
Durasi   : 115 menit


Sebenernya judul film ini ‘sangat creepy’, my first reaction be like “WHAT, JAPAN, SERIOUSLY?” nggak bisa bikin judul film yang lebih ‘normal’? Kirain film thriller berisi pembunuh piskopat, sebaliknya film ini ternyata film romantic (with a slice of life in it). Ternyata, film ini diadaptasi dari novel karya best-seller di Jepang sana yang berjudul sama. But you know what, justru karena judulnya aku jadi penasaran dan akhirnya nonton film ini.

THE PLOT (8/10)

Awal film dibuka dengan kehidupan si 'aku' (yes, di film ini male lead tidak disebutkan namanya hingga film hampir selesai), Shun Oguri sebagai seorang guru yang tidak bersemangat menjalani profesinya. Dia dipilih sebagai pembimbing di komite perpustakaan dimana kemudian, penonton dibawa bernostalgia kembali ke masa SMA. Saat di rs sehabis check-up usus buntu, ia tidak sengaja membaca ‘jurnal sakit’ yang ditulis seorang teman sekelasnya yang populer bernama Sakura Yamaguchi.

Karena si ‘aku’ mengetahui rahasia tentang penyakitnya, Sakura jadi tertarik dan mendafatar menjadi komite pengurus perpustakaan agar bisa dekat dengan si cowok. Karakter si cowok ini pendiam, anti sosial, dan sangat tidak suka menarik perhatian. Walaupun begitu, kehidupannya yang monoton 'diusik' Sakura yang selalu ceria. Karena sering menghabiskan waktu bersama di perpus, mereka mengobrol sampai suatu hari Sakura dengan seenak jidatnya mengajak si cowok untuk pergi jalan-jalan. Walaupun awalanya merasa kesal, si 'aku' yang awalnya dingin-tapi-baik-hati ini mulai membuka diri pada Sakura.
<3
Dari situlah kedekatan mereka berawal, youth romance antara cowok yang sulit bersosialiasi akhirnya mulai berteman dengan Sakura, si cewek populer ceria yang harus menerima kenyataan bahwa hidupnya akan segera berakhir.

MY REVIEW? [contain spoiler]

Well, dari segi cerita aku kira ini bakal menjadi film ringan dan standar cewek sakit meninggal dan yaudah... gitu aja. Sejujurnya, aku ga begitu suka film model begini, karena biasanya ada sesuatu yang bikin ceritanya ga masuk akal/si protagonist menurutku jatuh cinta terlalu cepat. Tapi, di film ini, I must admit I kinda admit the plot. Mungkin karena cara penyamapainnya tuh nggak seklise itu. 

Ini tuh film youth romance, dengan sedikit skinship tapi masih bisa bikin doki-doki at the same time. Bukan jenis film yang bikin kita jejeritan dan nge-ship kedua tokoh utama dalam cerita. Justru kita dibawa mengikuti perjalanan mereka dari orang asing, menjadi teman sekelas yang mulai sering berkomunikasi, sahabat dan kemudian… bukan pacar. Lebih tepatnya mungkin teman dekat, TTM, atau gebetan? Sampai dimana si tokoh utama menerima Sakura sebagai orang terdekat dalam kehidupannya.
(1)
Awalnya aku bosen nonton film ini, tapi di sepertiga film baru deh mulai kerasa feel-nya. I think, Takumi & Minami nailed their job. Cowoknya ini bisa dibilang baik karena nggak pernah mau menolak apa maunya Sakura (walaupun dia beranggapan Sakura itu menyebalkan) HAHA. Pada saat dia tau tentang penyakit Sakura, dia tidak menunjukan emosi dan tetap anti-sosial seperti biasa. Tapi dia terus berada di sisi Sakura, menjadi teman cerita, teman jalan, sampai di satu titik dia sadar bahwa dia punya feeling pada Sakura. Feel-nya dapet banget sih. Karena walaupun kelihatannya sosoknya dingin tanpa emosi macem robot, sebenernya si cowok ini perlahan mulai menunjukan perhatiannya pada Sakura.
he's cute!
Sayangnya mereka tidak melanjutkan hubungan itu menjadi lebih dari sekedar teman karena Sakura tau dia bakal pergi. Sementara Sakura sendiri, walaupun sakit selalu ceria dan tersenyum. Dia berusaha menjalani kehidupannya sebaik mungkin. 
ini waktu mereka main truth or dare

Scene paling konyol di film ini yang aku inget banget. Pas mereka berdua jalan-jalan dan nginep di hotel Kyoto, si Sakura bilang bahwa karena hotelnya penuh mereka cuma bisa dapet satu kamar. Si cowok udah kesel karena ngerasa Sakura sengaja 'ngerjain' dia, tapi si Sakura malah cuek dan sibuk menikmati isi hotel yang emang 'wah' banget itu. Bahkan seenak udelnya, si Sakura pas berendam di bath tub, nyuruh si cowok ngambilin pouch-nya ke kamar mandi HAHA. Sambil tutup mata, si cowok ini beneran mengerjakan 'mission impossible' itu. Karena tau ga bakal hidup lama, Sakura juga 'nyicip' alkohol dan mengajak si cowok main truth or dare pake kartu.


Peraturannya, siapa yang dapat kartu lebih tinggi punya hak untuk nyuruh yang kalah menjawab pertanyaan (truth) atau melakukan suatu perintah (dare). Sialnya, si cowok seringkali kalah. Jadilah si Sakura yang jahil nanya-nanyain si cowok dengan pertanyaan yang sulit dijawab seperti : 'siapa cewek paling kawaii di kelas mereka?' dan 'dia cewek kawaii urutan keberapa?'. Sampai di akhir permainan, si cowok malah memilih dare dan Sakura minta untuk digendong ke tempat tidur. 

Terus, scene yang aku suka juga pas Sakura menceritakan bucket list-nya pada ‘aku’. Mulai dari pengen nge-trip bareng ke Kyoto sampai ‘keingintahuan’ Sakura related to sex before she died yang membuat si cowok bingung dan marah karena merasa dikerjai. Yah, jadi di film ini si Sakura ini bukan tipe cewek polos yang lemah gitu, dia juga penasaran dengan hal-hal 'dewasa'. Agak sulit dijelaskan, but you will understand once you see the movie. I give 9/10 for their chemistry!

ini waktu mereka otw jalan-jalan
Setiap habis nonton film Jepang, aku selalu kagum dengan sinematografinya. It feels like the camera have some sort of filters which enchance the movie itself. Adegan di dekat pohon sakura yang mekar semua itu indah banget. Belum lagi kita disuguhi pemandangan Kyoto dan sekitarnya. It’s 10/10 for cinematography for me!

And FYI, film ini ternyata plot twist banget. Ngira Sakura bakal meninggal karena penyakit pankreas yang diidapnya? NOPE. SURPRISINGLY NOPE. Rada kesel dan takjub di saat yang sama (mungkin karena ekspektasiku standar kali ya?). Dan oh ya, ada penjelasan tentang judulnya yang creepy itu di dialog antara si 'aku' dan Sakura, which makes me amazed by how the writer explain it *teach me senpai!* banyak quotes, dialog, dan analogi yang cukup 'ngena' tentang kehidupan di film ini.

Overall, this is a very tearjerking movie. Tapi sayangnya, juga ga berhasil bikin aku nangis (susah banget emang aku terharu, heran juga kenapa) but still, pesan moralnya sangat banyak. Seperti menghargai setiap detik dalam hidup kita. To sums it up, menurutku film ini layak ditonton sekali. Akting, sinematografi, plot, dan chemistry-nya berhasil mengaduk-aduk perasaanku. Film ini boleh jadi berplot ringan, tapi di saat yang sama juga menyentuh dan sarat makna. Recommended!

0 comments: